Meditasi Kristiani, Berdamai dan Bersyukur


Setiap hari Sabtu pagi, kami mengadakan Meditasi Kristiani. Meditasi ini diadakan di lapangan. Sehingga sebelum mereka mulai meditasi, anak-anak harus menggelar tikar sebagai alas duduk mereka. Satu tikar biasanya diduduki oleh 4-5 anak, yang terdiri dari berbagai kelas (tidak hanya anak satu kelas). Setiap Sabtu (kalau tidak ada kegiatan lain) akan selalu seperti itu. Setelah selesai, mereka sendiri juga yang melipat, dan mengembalikannya.

Meditasi ini bertujuan untuk menenangkan hati dan berdamai dengan perasaan-perasaan dan pengalaman yang mereka rasakan. Dan terutama, untuk melatih anak-anak menyusukuri perasaan dan pengalamn yang mereka rasakan sebagai berkat dari Tuhan.

Hari ini, karena guru-guru ada briefing pagi untuk mempersiapkan salah satu kegiatan sekolah, jadi untuk masuknya kami agak molor 5 menit (biasanya masuk jam 06.55, hari ini masuk pukul 07.00).

Saya berjalan menyusuri Lorong dari kantor menuju lapangan. Betapa terkejutnya saya, ketika anak-anak sudah dalam posisi siap untuk mengikuti meditasi. Tikar sudah digelar, dan mereka telah menduduki tikar mereka masing-masing. Tertib sekali. Tanpa ada guru yang mengomando. Murni inisiatif mereka sendiri. Di usianya yang masih dini, mereka telah mampu mandiri dan mengikuti Sistem yang telah terbentuk.

Sungguh saya sangat bangga. Terharu. Speechless. Tak mampu lagi saya berkata-kata, untuk mengapresiasi prestasi luar biasa yang telah mereka raih ini. Tak banyak anak di usianya yang mampu melakukan hal ini. Bahkan sering kali, guru-gurunya yang harus mengatur.

Sebelum memulai, saya menyampaikan apresiasi saya dari lubuk hati saya untuk mereka. Bahkan mata saya berkaca-kaca karena moment sederhana ini. Sederhana tapi membawa makna yang luar biasa untuk saya.

“Dua hal yang dapat membuat sebuah tim menjadi solid; ketakutan atau kesetiaan. Dan aku tidak melihat ketakutan dalam diri kalian.” Kata-kata Ramsey dalam film Fast Forius 7. Saya pun juga merasakan bahwa yang ada dalam diri mereka bukanlah ketakutan akan sebuah hukuman, sehingga mereka menjadi penurut. Bukan. Yang saya lihat dalam diri mereka adalah kesetiaan dan cinta. Mereka melakukan itu karena mereka cinta. Sama seperti kami mencintai mereka dengan segenap hati kami.

Saya percaya, cinta yang kami berikan akan tumbuh subur dan berbunga dalam diri mereka. Dan ini menjadi salah satu buktinya. Mereka mengikuti kegiatan bukan karena paksaan. Mereka melakukannya dengan hati.

Sungguh hari ini saya berbahagia. Bahagia karena anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam cinta. (ADK)


Artikel ini telah terbit di blog salah satu guru dengan judul "Cinta yang Tumbuh dan Berbunga dalam Pendidikan Karakter"