Life Study Camp sudah menjadi program tahunan yang sudah rutin diadakan oleh sekolah. Kegiatan ini menjadi salah satu cara sekolah untuk mengajarkan hidup mandiri kepada anak-anak, agar kelak dapat menjalani kehidupannya sekalipun sudah terpisah dari orang tuanya.
Selama 3 hari 2 malam, mulai dari hari Jumat sampai Minggu, 25-27 Agustus 2023, anak-anak diajak untuk belajar hidup di alam bebas dengan mengikuti camping. Tahun ini, kami memilih Java in Paradise yang berlokasi di Dsn. Segunung, Ds. Carangwulung, Wonosalam, sebagai lokasi camping. Tempat yang kami pilih memang masih alami dan jauh dari keramaian, sehingga mereka sungguh-sungguh dapat merasakan hidup di alam bebas. Banyak pengalaman, pelajaran, dan hal-hal menarik yang mereka dapatkan selama 3 hari berproses di Life Study Camp ini, yang tentunya membawa kesan dan makna mendalam bagi mereka.
Perjalanan Melelahkan Tapi Menyenangkan
Sebelum keberangkatan ke lokasi camping, anak-anak berkumpul di sekolah. Selain untuk pengarahan dan doa bersama, para pembina juga melakukan inspeksi barang bawaan. Tujuannya adalah memastikan bahwa tidak ada barang-barang lain yang dibawa oleh anak-anak selain yang sudah ditentukan, termasuk mainan.Anak-anak menyusuri jalanan menuju lokasi | Dok. Sekolah |
Setelah itu, para rombongan menuju ke lokasi. Sekira 45 menit menempuh perjalanan, rombongan sampai di Wonosalam, tepatnya di jalan masuk menuju lokasi. Perjalanan selanjutnya dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri jalanan perkebunan kopi. Ya, Java in Paradise ini memang berlokasi di tengah perkebunan kopi.
Sesampainya di sana, anak-anak langsung bergiat untuk mendirikan tenda. Proses ini dilakukan sendiri oleh mereka tanpa bantuan dari pembina. Pembina hanya mengawasi proses yang sedang berlangsung. Mereka pun membagi tugas agar tenda mereka dapat berdiri dengan kuat dan bertahan selama 3 hari ke depan. Butuh waktu sekitar satu jam setengah bagi mereka untuk mendirikan tenda, menata, dan membuat tenda mereka dapat ditempati.
Ada beberapa aktivitas yang telah disiapkan oleh Siti Krisdiyanti, S.Pd., selaku kakak pembina Pramuka di SDK Wijana Mojoagung, yang akan mendampingi kami dalam kegiatan ini. Di hari pertama ini, anak-anak lebih diajak untuk melakukan aktivitas kepramukaan, di antaranya adalah melakukan upacara pembukaan, pengenalan atribut pramuka, drama, dll. Anak-anak dengan begitu bersemangat mengikutinya, apalagi masih hari pertama, tentunya energi mereka masih cukup banyak untuk melakukan aktivitas di hari ini.
Kegelapan Menambah Kesyahduan
Kegiatan hari ini ditutup dengan berdoa bersama. Salah satu hal yang menarik di tahun ini adalah minimnya listrik. Untuk memperoleh listrik, kami harus menyalakan genset. Demi menghemat penggunaan, selesai kegiatan malam genset akan dimatikan dan berganti dengan damar ublik atau lampu teplok. Seketika sekeliling menjadi gelap ketika genset dimatikan. Namun, menjadi terasa syahdu ketika berkas cahaya dari lampu teplok dan terang bulan menerangi kami. Sungguh terasa sekali kalau kami sedang berkemah. Sebuah momen yang begitu berkesan bagi kami.
Baca Juga: Rekoleksi Prapaskah 2023 – Menghadirkan Sakramen dalam Keluarga
Sebagai bentuk dari latihan kemandirian, anak-anak pada hari kedua ini diminta untuk memasak untuk makan malam mereka sendiri. Sebelumnya, mereka sudah mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Sedangkan bahan masakannya telah disediakan sekolah. Kali ini, mereka akan memasak sayur sop. Menggunakan tungku sederhana dari kaleng, kapas, dan spirtus, mereka mulai memanaskan air sambil mengiris sayur-sayuran mereka.
Dinginnya udara yang telah menemani kami sedari malam hari tak menyurutkan niat kami untuk bangun pagi. Anak-anak bangun dengan penuh semangat untuk melanjutkan proses mereka di hari ini. Pagi ini diawali dengan meditasi dan doa pagi. Selepas itu, anak-anak diajak untuk bermain gobak sodor, sebuah permainan tradisional yang sudah jarang dimainkan. Mumpung ada lapangan rumput, maka memainkan permainan ini. Anak-anak begitu antusias memainkannya. Bahkan mereka rela menunda jam sarapan karena teralu asyik bermain.
Tak hanya itu, anak-anak juga diajak untuk berjelajah. Menyusuri kawasan perkebunan kopi ternyata menambah pengetahuan anak-anak tentang macam-macam tumbuhan. Mereka dapat melihat pohon cengkeh, tanaman tembakau, pohon pala, dll.
Sekembalinya di lokasi camping, anak-anak kembali diajak beraktivitas untuk membangun saluran irigasi. Perlu diketahui bahwa sumber air di lokasi ini ada di atas, sehingga perlu mendaki agar dapat mencuci piring atau mencuci tangan. Maka, anak-anak diminta untuk membangun saluran air menggunakan pipa paralon yang telah disediakan oleh sekolah. Misi mereka adalah mengalirkan air menuju lokasi camping agar mereka tak perlu menghabiskan waktu dan tenaga. Setelah berjuang selama kurang lebih 1 jam lamanya, mereka berhasil mengalirkan air menuju lokasi camping mereka.
Sebagai bentuk dari latihan kemandirian, anak-anak pada hari kedua ini diminta untuk memasak untuk makan malam mereka sendiri. Sebelumnya, mereka sudah mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Sedangkan bahan masakannya telah disediakan sekolah. Kali ini, mereka akan memasak sayur sop. Menggunakan tungku sederhana dari kaleng, kapas, dan spirtus, mereka mulai memanaskan air sambil mengiris sayur-sayuran mereka.
Keceriaan dalam proses memasak | Dok. Sekolah |
Keseruan mulai terlihat ketika mereka mulai memasukkan bumbu masakan. Sesekali mereka mencicipi masakan mereka. “Hem, anyep (hambar),” teriak salah satu anggota kelompok saat mencicipi kuah sopnya. Mereka pun mulai menambahnya dengan garam dan bumbu-bumbu lainnya. Dengan begitu bersemangat mereka memasak dan menunggu masakan mereka matang.
Nikmat Tiada Tara Berteman Senja
Saat masakan semua kelompok matang, mereka pun berkumpul, berdoa bersama, dan membagi makanan mereka. Bersama-sama memakan masakan mereka. Ada yang rasanya pas, ada pula yang kurang sedap. Tapi bagi mereka, masakan mereka tetap enak. “Enak kok ya masakan kita? Menurutku sih ini pas,” kata salah seorang anak sambil menyantap masakannya. Walau dari bibirnya terucap kata seperti itu, namun dari raut wajahnya terlihat bahwa masakannya tidak benar-benar enak seperti yang dia katakan. Para pembina pun hanya tersenyum melihat kelucuan mereka.
Baca Juga: Menjadi Guru Karena Panggilan Hati
Menikmati makan malam berteman sunset | Dok. Sekolah |
Lebih kerennya lagi, mereka bisa makan sambil menikmati warna jingga langit senja indahnya matahari terbenam. Sambil menghadap ke arah matahari terbenam, mereka menyantap makanan mereka sambil bercengkerama bersama teman-temannya. Sungguh momen yang tidak akan pernah terlupakan dan akan menjadi kenangan indah bagi mereka.
Tak hanya memasak sendiri, mereka juga diharuskan untuk mencuci piring mereka sendiri. Sebagai bentuk proses latihan kemandirian. Mereka saling mengantre untuk dapat mencuci piring mereka.
Story Notes dan Apresiasi
Di kegiatan ini, anak-anak dibekali dengan ID Card beserta buku Story Notes. Buku ini digunakan oleh anak-anak untuk menuliskan pengalaman-pengalaman menariknya selama mengikuti kegiatan ini. Selain itu, mereka juga menuliskan makna dari setiap pengalaman yang mereka tuliskan. Buku ini nantinya juga bisa menjadi kenang-kenangan bagi mereka atas setiap proses yang mereka alami di tempat ini. Tak hanya itu, kami juga memberikan apresiasi tulisan Story Notes terbaik bagi anak-anak.Anak sedang menulis cerita di Story Notes | Dok. Sekolah |
Di dalam buku ini juga terdapat halaman tempat stempel. Stempel ini dikumpulkan dan diberikan kepada anak-anak yang “berprestasi”. Prestasi-prestasi kecil yang mereka tunjukkan selama kegiatan ini kami beri apresiasi. Baik prestasi secara berkelompok, maupun prestasi individu.
Penutup
Mengajari seseorang bagaimana dia dapat belajar untuk tumbuh secara mandiri, dan untuk dirinya sendiri, barangkali merupakan pelayanan terbesar yang dapat dilakukan seseorang kepada orang lain. – Benyamin Jowett, Klasikis dan TeologMelatih dan membiasakan anak-anak untuk hidup mandiri memang menjadi suatu kebutuhan yang perlu untuk diperjuangkan selalu. Semuanya tentunya demi masa depan anak-anak. Karena tentunya kita semua tahu bahwa anak-anak tak akan selamanya bersama dengan orang tuanya. Maka, sekolah Wijana Mojoagung bergerak bersama orang tua untuk mendukung program-program kegiatan sekolah demi mendukung perkembangan kepribadian anak tersebut. (ADK)
Penulis
Antonius Dwi K., S.Pd.
Sie Kesiswaan SDK Wijana